Oleh : R. Parikesit Abdi Negara

Kita semua sudah tahu kalau kita sekarang sedang mengalami krisis energi. Berbagai macam sumber energi yang biasa kita gunakan satu persatu mulai berada di pinggir jurang ketiadaan. Semua ini terjadi aklibat pemakaian yang berlebihan secara terus-menerus meskipun kita tahu semua itu terbatas.

Berbagai upaya untuk menghemat penggunaan energi sudah seperti santapan sehari-hari kita lihat. Mulai dari stiker yang tertempel di dinding supaya kita tidak lupa mematikan lampu, sampai aksi serempak “Earth Hour” pada tanggal 27 Maret 2010 kemarin sebagai simbol penghematan energi.

Namun itu semua hanya simbol. Ya, simbol upaya penghematan energi. Kalaupun ada aksi, hanya dalam skala minor. Tidak pernah akan berdampak besar bagi upaya penghematan energi itu sendiri.

Suatu kala penulis bertanya kepada seorang teman penulis yang jarang sekali mematikan lampu dalam kamar kostnya dan komputernya pun tergolong sering maraton hidup sampai 3 hari berturut-turut tanpa sedikit pun istirahat. karena lelah memperingatkan, akhirnya penulis bertanya kepada dia apa alasannya terus-menerus memboros-boroskan energi seperti itu. Ternyata alasannya adalah karena dia merasa tidaklah apa-apa untuk terus hidup, toh dia sudah membayar iuran listrik bulanan. Sungguh ironis.

Seorang mahasiswa universitas ternama saja berkata seperti itu, bagaimana tentang masyarakat luar yang belum tahu tentang krisis energi? Memang, tidak ada yang sia-sia jika kita hanya melakukan upaya penghematan energi dalam skala minor, tapi itu tidak akan berbuah banyak untuk perubahan.

Bisa kita simpulkan bahwa ada sesuatu yang salah, atau mungkin kurang tepat dalam upaya penghematan energi ini. Contoh tadi menunjukkan karena mampu membayar, maka ia bisa memakai seenaknya. Itu adalah paham yang salah. Kalau sumber energi kita habiskan sekarang, bagaimana kelak kehidupan anak cucu kita.

Mari kita telaah apa yang kurang tepat dalam upaya yang kita lakukan selama ini. Adalah perbuatan terpuji bila kita terus menerus mengingatkan siapa saja agar tidak lupa mematikan alat-alat elektronik yang tidak terpakai atau mengurangi penggunaannya. Tapi alangkah lebih baik jika yang kita berikan kepada mereka adalah pemahaman tentang perlunya melakukan perbuatan yang tadi kita sarankan kepada mereka demi untuk menghemat energi. Dengan begitu tanpa kita perlu ingatkan lagi mereka pasti tidak akan lupa untuk mematikan atau menghemat penggunaan alat-alat elektronik.

Penggunaan beberapa sumber energi terbarukan juga mulai marak, tapi tidak sedikit juga masyarakat menolak untuk berpindah haluan dari unrenewable energy ke renewable energy. Banyak pula alasannya, mulai dari minimnya ilmu untuk menggunakan sehingga mereka takut salah, sampai kejadian di semenanjung muria tentang penentangan pembuatan PLTN yang didalamnya marak akan berbagai kepentingan. Maka dari itu perlulah tugas kita sebagai generasi muda yang perlu menyadarkan dan memberikan pemahaman yang cukup tentang sumber energi terbarukan agar bisa kita tinggalkan ketergantungan kita terhadap sumber energi yang tidak terbarukan itu.

Sungguh masih banyak sekali yang perlu kita lakukan untuk bisa mengoptimalkan upaya untuk bisa lepas dari krisis energi. Tidak akan cukup hanya dengan sekedar menempelkan stiker hemat energi atau dengan berkoar-koar matikan ini matikan itu. Semua itu butuh usaha yang cerdas, sehingga terbangun pemahaman dalam diri tiap-tiap insan, kesadaran akan perlunya melakukan upaya untuk bebas dari krisis energi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.