Kongres Nasional 2014

Kedaulatan Energi untuk Kesejahteraan Rakyat Indonesia

Selang sehari setelah Pemerintah Republik Indonesia menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar dua ribu rupiah baik untuk premium maupun solar, pada tanggal 19 November 2014 Program Studi Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada menggelar kongres nasional 2014 dengan tema Kedaulatan Energi untuk Kesejahteraan Rakyat Indonesia. Bertempat di Univercity Club Universitas Gadjah Mada, kongres ini menitikberatkan pada peluang pengembangan gas bumi Indonesia sebagai bahan bakar yang prospektif di masa depan dalam rangka menggantikan BBM. Kongres kali ini dibagi ke dalam dua sesi, sesi pertama menghadirkan pembicara Hanan Nugroho mewakili Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyampaikan meteri  dengan judul “Indonesia:  Tantangan Ketahanan Energi dan Pembangunan Gas Bumi”, Heri Purnomo mewakili Kementrian ESDM menyampaikan materi dengan judul “Peran Kementrian ESDM dalam Memperkuat dan Penyiapan Infrastruktur BBG dalam rangka Sustainibilitas Energi Indonesia”, dan Gigih Prakoso mewakili Pertamina menyampaikan presentasi dengan judul “Pertamina Initiatives to Implement Gas Utilization on Road Transportation Sector”. Adapun sesi kedua menghadirkan pembicara dari Perusahaan Gas Negara (PGN) yang diwakili oleh Arman Widhymarmanto dengan judul materi “Strategi Pengelolaan dan Pemanfaatan Gas Bumi di Indonesia” dan dari Toyota yang diwakili oleh Yui Hastoro dengan judul materi “CNG in Transport Sector”.

Era Pergeseran dari Dominasi Minyak ke Dominasi Gas

Bangsa ini di masa lalu memang dikenal sebagai salah satu negara pengekspor minyak terbesar di dunia, mulai tahun 1977 sampai dengan 1995 produksi minyak Indonesia berada pada kisaran 1600 an MBOEPD (Thousand Barrels of Oil Equivalents  Per Day), lalu mulai menurun dari 1955 sampai 2006 sebesar 10-12 %, dan 2006 sampai 2012 menurun berkisar 3-5 %. Hal tersebut terjadi dikarenakan berkurangnya cadangan sumur-sumur minyak yang ada serta belum ditemukan / minimnya eksplorasi  sumur baru. Akibatnya, dengan permintaan yang melebihi kapasitas produksi saat ini, julukan sebagai negara pengekspor minyak pun tinggal kenangan.  Di lain sisi, produksi gas alam dalam negeri terus meningkat mencapai 1500 an MBOEPD pada tahun 2012 (Presentasi KESDM dalam Energy Outlook 2013).

 

 

kongres mesin 1Penggunaan gas alam dalam negeri bisa dikatakan relatif rendah saat ini,  justru gas alam tersebut beberapa tahun ke belakang  banyak di ekspor ke luar negeri, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Tentu kita masih ingat program konversi minyak tanah ke LPG (Liquified Petrolium Gas), alasannya adalah untuk mengurangi  pembengkakan subsidi BBM, karena subsidi  LPG lebih rendah. Di satu sisi sebagai salah satu negara terbesar pengeksor gas alam dalam bentuk LNG (Liquified Natural Gas), namun di sisi lain Indonesia juga mengimpor 60% LPG dari total kebutuhan  nasional.  Dari sini nampak suatu pengambilan kebijakan pemerintah yang terkesan terburu-buru serta tidak berpikir jangka panjang untuk kedaulatan energi Indonesia. Mengapa dulu Pemerintah tidak mempercepat infrastruktur transportasi dan distribusi gas alam yang mapan dan merata di seluruh tanah air  ketimbang harus mengimpor LPG. Ironisnya  produksi gas alam tersebut justru masiv di jual ke luar negeri.  Jika menurut Pasal 33 UUD 45 ayat 1 dinyatakan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam  yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”, pertanyaannya lantas negara mana ? rakyat siapa ? Menghadapi kondisi seperti ini, Pemerintah saat ini sadar dan sedang gencar-gencarnya untuk menerapkan kebijakan konversi BBM ke BBG untuk sektor transportasi dan pembangunan jaringan gas rumah tangga.

kongres mesin 2

Peran Pertamina dalam Implementasi penggunaan Gas alam untuk sektor transportasi

Dalam rangka peningkatan produksi gas, Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) fokus melakukan mergers and acquisitions (M&A), eksplorasi, dan pengembangan energi alternatif untuk mengurangi gap permintaan energi dengan penyediaan energi konvensional. Dari sisi hulu (upstream), Pertamina melakukan inisiatif untuk mempercepat eksplorasi dan pengembangan pada lahan produksi gas sendiri, mempercepat pengembangan CBM (Coal Based Methane) dan Shale Gas (gas alam yang ditemukan terjebak pada serpihan shale atau tempat terbentuknya gas bumi). Data BP Statistics 2014 menunjukkan cadangan gas alam terbukti Indonesia mencapai 103,3 triliun kaki kubik. Dengan angka cadangan tersebut menempatkan Indonesia berada pada posisi ke-14 pemilik cadangan terbesar di dunia. Bahkan, di kawasan Asia, Indonesia merupakan pemilik cadangan gas terbesar kedua setelah China yang memiliki 115,6 triliun kaki kubik gas alam. Mengacu pada tingkat produksi sekarang, cadangan gas alam Indonesia bisa bertahan untuk jangka waktu 50 tahun ke depan.

Strategi Pengelolaan dan Pemanfaatan Gas Bumi di Indonesia

PGN (Perusahaan Gas Negara) merupakan BUMN yang dibentuk untuk mengelola gas bumi Indonesia. Melihat potensi yang cukup menjanjikan dengan pemanfaatan gas bumi dalam rangka mengatasi defisit minyak bumi, Pemerintah melalui PGN memiliki strategi dalam pengelolaan gas bumi melalui akselerasi peningkatan pemanfaatan domestik (dalam negeri) dengan pemenuhan 4A yaitu avaibility, affordability, accessibility, dan acceptability.

kongres mesin 3

PGN juga mengembangkan infrastruktur gas bumi melalui jaringan pipa gas bumi dan infrastruktur non pipa seperti floating terminal, mini LNG, SPBG (stasiun pengisian bahan bakar gas), dan MRU (Mobile Refueling Unit). Sayangnya jika kita cermati, fokus PGN saat ini hanya pada sektor hilir saja, yaitu sebagai distributor dan supplier gas. Pertamina sebagai BUMN yang juga bergerak di bidang hulu migas masih kurang populis jika dibandingkan Chevron, TOTAL, Schlumberger, Badak NGL (red: pelamar kerja).  Pemerintah harus  melakukan renegosiasi kontrak gas bumi dan mempercayakan kegiatan sektor hulu gas bumi kepada anak negeri karena kita melalui Pertamina mampu.

kongres mesin 4

CNG (Compressed Natural Gas) dalam sektor transportasi

Ada beberapa pilihan alternatif teknologi kendaraan  yang bisa digunakan untuk menggantikan kendaraan ber bahan bakar minyak, seperti kendaraan listrik, kendaraan hidrogen, kendaraan berbahan bakar biofuels, dan kendaraan berbahan bakar gas alam. Dari ke 4 alternatif tersebut, terdapat parameter-parameter seperti emisi CO2, ketersediaan energinya, jarak tempuh, serta keamanan (safety) yang juga harus diperhatikan ketika akan diimplementasikan.

kongres mesin 5

Melihat sumber daya yang ada di Indonesia saat ini serta pertimbangan beberapa parameter tadi maka kendaaran berbahan bakar gas alam dalam hal ini CNG dan biofuels adalah yang paling mungkin untuk dikembangkan dalam jangka waktu dekat ini. Salah satu implementasi kendaraan berbahan bakar gas alam adalah di  Ibu kota, beberapa moda transportasi nya seperti busway dan bemo sudah menggunakan CNG. Untuk tahap awal, kebijakan ini dirasa tepat diterapkan untuk sektor transportasi masal/publik dalam kota atau untuk angkutan kendaraan dalam kota (AKDP) yang sudah memiliki rute-rute tertentu karena implementasi kendaraan berbahan bakar gas alam juga harus dibarengi dengan penyediaan konverter kit untuk existing kendaraan dan infrastruktur SPBG maupun MRU. Berkaitan dengan hal tersebut, TOYOTA juga sudah melakukan manufaktur mobil taksi dengan bahan bakar CNG. Melihat potensi ini, pemerintah hendakanya juga harus memikirkan bagaimana untuk memperkuat industri otomotif dalam negeri kaitannya dengan konversi kendaraan menggunakan BBM menjadi kendaraan berbahan bakar gas alam.

 

oleh: Didit dkk

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.