Kebutuhan energi di setiap negara mempunyai hubungan yang sangat erat dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk. Di Indonesia, jumlah penduduk selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun serta pertumbuhan ekonomi juga berlangsung secara terus menerus dengan beragam aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat. Hal ini mengakibatkan kebutuhan energi di berbagai sektor, baik sektor industri, rumah tangga, transportasi, komersial, serta sektor pertanian, konstruksi dan pertambangan diperkirakan akan mengalami peningkatan sebesar 5,6 % pada periode 2010-2030.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa cadangan energi tak-terbarukan saat ini kian menipis. Tentu hal ini sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, memahami pola konsumsi energi yang dilakukan oleh masyarakat merupakan suatu hal penting bagi pemerintah sebagai regulator dan pengendali kebijakan dalam perekonomian khususnya dalam membuat kebijakan dan aturan-aturan di bidang energi. Mengatasi hal ini, pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). KEN bertujuan untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi, khususnya melalui upaya konservasi energi dan diversifikasi energi. Salah satu target dari KEN adalah mewujudkan pergeseran pemakaian minyak bumi dari 52% pada tahun 2005 menjadi 20% dari total energi primer mix pada tahun 2025, dan menggantikannya dengan panas bumi, bahan bakar nabati, tenaga surya, tenaga air, serta berbagai jenis energi terbarukan lainnya.
Terkait hal tersebut, sebenarnya Indonesia mempunyai potensi energi terbarukan yang tidak dapat diragukan lagi. Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi Geothermal terbesar di dunia dengan potensi hampir 40% potensi dunia bahkan Indonesia sampai mendapat julukan ring of fire. Selain itu, sebagai negara yang terletak di garis khatulistiwa membuat Indonesia juga memiliki potensi energi panas matahari yang besar di mana sumberdaya energi surya di kawasan Barat Indonesia rata-rata 4,5 kWh/m2.hari dan kawasan Timur Indonesia 5.1 kWh/m2.hari. Potensi energi air juga tak kalah besar, yakni potensi tenaga air Indonesia skala besar dan skala mini/mikro diperkirakan masing-masing sebesar 75 GW dan 450 MW. Tentu hal ini merupakan potensi yang besar. Lalu apa yang membuat Indonesia masih terkesan ragu-ragu untuk serius dalam memaksimalkan potensi energi terbarukan ini?
Mengingat pemanasan global yang masih menjadi topik perbincangan hangat pada abad-21 ini, sebagian negara maju di dunia sudah mulai beralih ke energi terbarukan yang memang dikenal bersih tak berpolusi. Hal ini membuktikan bahwa “isu lingkungan” menjadi alasan dasar perkembangan energi terbarukan di negara maju. Berbeda dengan Indonesia yang masih berkecimpung di “isu ekonomi” dalam penerapan energi terbarukan ini. Ternyata, inilah yang menjadi alasan pemerintah seakan berpikir berulang kali untuk benar-benar concern menangani hal ini. Walaupun, terdapat beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan mendukung penerapan energi terbarukan, seperti Permen ESDM no 17 tahun 2013 tentang Pembelian Tenaga Listrik oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya Fotovoltaik serta Hasil Restrukturisasi Kebijakan Tahun 2004 dengan terbitnya Kepmen ESDM Nomor 02 Tahun 2004 tentang Kebijakan Pengembangan Energi terbarukan dan Konservasi Energi (Energi Hijau). Kebijakan tersebut diharapkan sebagai acuan oleh para stakeholders dalam pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan dan konservasi energi.
Sebuah cita-cita Indonesia tahun 2025 bahwa sumber energi terbarukan diproyeksikan mampu menyumbang 25% dari keseluruhan pemenuhan kebutuhan energi nasional, tentu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak baik dari pemerintah itu sendiri, akademisi, dan masyarakat. Akademisi berperan sebagai pembelajar dan peneliti (researchers) teknologi serta sebagai pembawa ilmu ke masyarakat, atau dengan kata lain menjembatani antara pemahaman teknologi energi terbarukan dengan masyarakat yang masih menganggap energi terbarukan sulit dalam penerapannya. Pemerintah tentu berperan dalam hal dana dan kebijakan. Sebab tanpa dukungan dana, kegiatan para akademisi ini baik penelitian maupun sosialisasi ke masyarakat akan terhambat dan cenderung berjalan pasif, serta kebijakan pemerintah yang mendukung penerapan energi terbarukan dibutuhkan untuk keberlangsungan penerapan energi terbarukan ini. Masyarakat selaku konsumen diharapkan untuk turut serta berpartisipasi aktif dalam upaya melakukan konservasi dan diversifikasi pemakaian energi serta turut mendukung dalam penerapan energi terbarukan dengan sikap yang terbuka. Pencapaian target ini memerlukan perencanaan energi yang baik dan terkoordinasi antara satu daerah dengan daerah lain, antara satu sektor dengan sektor lain, dan antara lembaga satu dengan lembaga yang lain. Penerapan energi terbarukan di Indonesia sangat membutuhkan adanya sinergitas antarelemen di negara ini agar cita-cita besar tahun 2025 tersebut dapat benar-benar tercapai.
Ditulis oleh: Suci Wulandari (Kamase 13)