Oleh : Andhy Muhammad Fathoni

Pendidikan Teknik Nuklir di Indonesia sudah berlangsung selama 30 tahun. Dari sekian tahun lamanya, Teknik Nuklir UGM telah melahirkan 700 lebih alumni. Tentunya diantara mereka muncul beragam ahli di berbagai bidang seperti Dr. Widi, salah satu ahli kontrol terbaik di Indonesia, Dr. Yudi Utomo, ilmuwan Nuklir diakui di dunia, Dr. Andang dan masih banyak lagi.

Dari sekian banyak alumni Teknik Nuklir, sebagian besar justru tidak berkiprah di bidang Kenukliran. Hal ini sangat berhubungan erat dengan gagalnya berbagai rencana pemerintah untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Pendirian pendidikan Teknik Nuklir (dan Instrumentasi nuklir di UI pada tahun 80-an) sendiri memang bertujuan untuk menyiapkan tenaga ahli dalam persiapan pembangunan PLTN. Gagalnya berbagai rencana PLTN menyebabkan para alumni Teknik Nuklir menyeberang ke berbagai bidang. Banyak kita temukan alumni Teknik Nuklir UGM yang berkiprah di bidang Teknologi Informasi dan industri perminyakan. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan apa yang mereka pelajari di kampus.

Di akhir tahun 1997, pengurus jurusan secara serius menyikapi hal ini dan akhirnya mendirikan Jurusan Teknik Fisika yang saat itu memang lebih booming. Pasar Teknik Fisika yang dibutuhkan luas di berbagai industri menjadi salah satu penyebabnya. Pendirian Teknik Fisika yang didalamnya ada prodi Fisika Teknik makin menenggelamkan keberadaan Teknik Nuklir. Bahkan saat ini banyak yang beranggapan kalau Teknik Nuklir UGM sudah tidak ada. Hal ini tentunya tidak boleh dibiarkan. Eksistensi pendidikan Kenukliran masih tetap dibutuhkan. Hal ini sangat berhubungan dengan aplikasi Nuklir itu sendiri yang tidak hanya dibutukan di bidang engineering tapi juga kedoteran. Menurut Dr. Yudi Imardjoko, dalam seminar Kenukliran 2007, Eksistensi ini perlu diikuti dengan pentahbisan Teknik Nuklir sebagai Jurusan (Dept. of Nuclear Engineering) dan bukan sekedar program studi.

Sayangnya, kebingungan dalam menentukan arah pendidikan Teknik Nuklir menjadi masalah tersendiri. Tidak adanya kepastian PLTN membuat Teknik Nuklir kebingungan menentukan arah kurikulumnya. Untuk mempertahankan eksistensinya, kepastian dari pemerintah sangat diperlukan agar lulusannya tidak mubazir karena pada akhirnya bekerja di bidang yang sangat jauh dari apa yang dipelajarinya. “Kepastian ini adalah sebuah urgensi yang tidak bisa ditawar,” tambah Dr. Yudi memungkasi presentasinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.