Oleh: Muhammad Ery Wijaya
Tidak ada perbedaan dan kesulitan yang mencolok menggunakan kotoran manusia untuk memproduksi biogas, dan tidak perlu dicampur dengan kotoran sapi atau hewan ternak lain untuk menghasilkan biogas secara efektif. Desain penampung kotoran/digester pada sistem sanitasi pada umumnya dapat menghasilkan biogas secara langsung, namun pada pandangan masyarakat umum biogas dari kotoran manusia lebih menjijikkan dari pada biogas dari kotoran sapi, kekhawatiran akan munculnya bau yang tidak sedap yang berasosiasi dengan gas yang dihasilkan adalah salah satu faktor kenapa biogas masih jarang dipakai. Padahal telah terbukti biogas yang dihasilkan dari kotoran sapi tidak menghasilkan bau dan bahkan untuk penggunaan masak sehari-hari sangat menguntungkan pemakainya.
Beberapa daerah di Indonesia masyarakat sudah memulai memanfaatkan biogas dari kotoran manusia diantaranya di daerah Salatiga, Semarang, Jakarta dan juga Malang. Pada umumnya sanitasi yang bisa menghasilkan kotoran manusia yang cukup untuk digunakan memproduksi biogas adalah sanitasi umum, maupun sanitasi keluarga namun kolektor kotoran/digesternya disatukan terpusat dari beberapa sanitasi keluarga yang ada.
Secara umum tidak ada perbedaan yang mencolok antara biogas dari kotoran manusia dan kotoran hewan ternak, retention time (RT) dari kotoran manusia untuk menghasilkan biogas bervariasi dari mulai 10 hari hingga 60 hari, dan optimum proses biogas terjadi pada suhu 35 derajat celcius dan suhu ini sangat cukup tercapai dengan sistem digester kotoran yang lazim di Indonesia, yakni sistem ditanam di tanah. Mengingat kotoran manusia mengandung banyak pathogen, maka salah satu indikator penting dalam produksi biogas ini, Tabel dibawah menunjukkan lama pathogen bisa hidup dalam kondisi iklim tropis pada keadaan anaerob, pathogen merupakan salah satu aspek retention time (RT)
Pada umumnya penampung kotoran/digester dari sanitasi di masyarakat Indonesia bisa langsung digunakan untuk memproduksi biogas, karena selama ini gas yang dihasilkan dari digester biasanya hanya dibuang ke udara begitu saja lewat pipa pembuangan udara. Untuk memakainya kita bisa menyalurkan gas yang dibuang dari pipa tersebut ke gas storage, yakni dengan menambahkan penampung gas yang bisa berupa kantong plastik, sehingga bisa lebih memudahkan pemantauan kapasitas gas yang telah diproduksi.
Perhitungan produksi biogas dapat dilihat dari studi kasus yang ada di Srilanka, dengan perhitungan estimasi sebagai berikut. Berat kotoran yang dihasilkan 250 g per orang dan 80% berupa moisture, jadi berat keringnya adalah 50g, kemudian berat urine yang dihasilkan adalah 1.2 kg/orang. Namun asumsi lain juga diberlakukan diantaranya adalah bahwa orang dewasa laki-laki dianggap lebih sedikit mengeluarkan urine pada kakus sehingga berat urinnya menjadi hanya 0.75 kg, begitu juga untuk anak-anak umur 5-12 tahun berat kotorannya hanya 150 g dan 0.75 kg urine.
Jika jumlah populasi menjadi 3000 orang dalam suatu komunitas yang menggunakan fasilitas sanitasi bersama maka berat kering kotoran yang dihasilkan akan menjadi 132 kg, sedangkan gas yang dihasilkan berkisar dari 45 hingga 66 meter kubik/hari. Kebutuhan memasak bagi setiap keluarga setidaknya memerlukan 2 meter kubik/hari, dengan perhitungan bahwa 1 meter kubik equivalent dengan 0,62 liter minyak tanah. Solusi yang cukup cerdas dalam menghadapi kenaikan harga harga minyak tanah, terlebih lagi dalam waktu dekat pemerintah akan melepaskan subsidi minyak tanah.
Referensi:
Meynell P. J., 1980, Feasibility Study for a Sanitation Scheme to Produce Biogas from Human Waste in Kirillapone Shanty, Colombo, Sri Lanka, Intermediate Technology Consultants Ltd., London UK.
Blognya cukup informatif, semoga terus di upayakan update dan rajin dalam mengupdate, sekarang ini mencari ilmu cukup dengan google , yahoo aja maka bisa dapat informasi apa saja.