Oleh : Elsa Melfiana

Proporsi penggunaan energi sebagian besar, hampir 40% dari total konsumsi energi, digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga (Wati Hermawati, 2007). Di tingkat rumah tangga, penggunaan energi ini di dominasi oleh kebutuhan memasak, penerangan, dan mencuci, dengan actor utama penggunanya adalah wanita.

Bagi masyarakat perkotaan ataupun masyarakat yang sudah terbilang modern, sumber energi utama berasal dari bahan bakar fosil. Mereka menggunakan minyak tanah ataupun gas untuk memasak. Penggunaan rice cooker, kulkas, mesin cuci, lampu, dan peralatan elektronik lainnya yang menggunakan energi listrik yang juga di hasilkan dari bahan bakar fosil. Ketika terjadi lonjakan harga BBM, wanita akan menjadi korban utama dalam persoalan tersebut. Selain karena ketergantungan aktivitas mereka yang tinggi terhadap bahan bakar fosil, kenaikan BBM juga berdampak terhadap semua sector seperti, kenaikan barang-barang kebutuhan sehari-hari, kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik), kenaikan transportasi, dan biaya-biaya lainnya yang menuntut wanita harus berpikir dua kali ketika akan mengeluarkan uang. Biasanya kondisi ini tidak berhenti sampai di sini. Kenaikan BBM akan diikuti dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena perusahan tidak mampu menanggung biaya produksi yang tinggi dan akibatnya timbul pemangkasan karyawan. Menghadapi kondisi, harga yang tinggi dan suami di PHK, mau tidak mau menuntut wanita harus ikut bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sementara di lain pihak mereka juga adalah seorang ibu yang mestinya memiliki waktu bagi anak-anaknya.

Kondisi ini akan semakin jelas bila kita runut penggunaan energi di daerah pedesaan. Walaupun mereka tidak terlalu terikat dengan bahan bakar fosil, namun peranan wanita tetap paling dominan dalam penggunaan energi. Pada masyarakat ini permintaan energi terbesar adalah untuk memasak. Sebagian besar masyarakat desa, sekitar 80% (Wati Hermawati, 2007), memenuhi kebutuhan bahan bakar memasaknya dari energi biomassa seperti kayu bakar, arang, limbah pertanian, dll. Penggunaan energi ini sangat rentan terhadap kesehatan karena adanya polusi udara akibat proses pembakaran yang tidak sempurna. Sehingga tidaklah berlebihan jika WHO menyatakan bahwa tiap tahunnya ada sekitara 1,6 juta ibu dan anak meninggal karena polusi udara di dalam rumah (indoor air polution) sebagai akibat penggunaan energi yang tidak sehat.

Selain itu, perempuan juga terlibat langsung dalam proses mendapatkan bahan bakar biomassa yang akan digunakan tersebut. Kegiatan ini biasanya berlangsung dari pagi hari sampai menjelang siang. Selain memakan banyak waktu, proses tersebut juga mengguras energi metabolisme, yaitu energi yang dikeluarkan manusia untuk melakukan aktivitasnya. Energi metabolism ini nantinya juga akan banyak terkuras dalam proses mendapatkan air. Karena biasanya sumber air di daerah pedesaan letaknya terpusat dan tidak langsung dialirkan kerumah-rumah sepertinya halnya di perkotaan. Pada sore harinya, atau setelah selesai mengumpulkan kayu bakar dan mengangkut air, perempuan di desa akan bersegera ke dapur untuk mempersiapkan makanan bagi keluarganya.

Baik di daerah perkotaan maupun pedesaan, perempuan sangat rentan dengan penggunaan energi. Karena itu dalam penyediaannya harus mempertimbangkan perempuan sebagai actor utama. Untuk masyarakat desa misalnya, solusi sumber energi yang ditawarkan utamanya harus bisa mereduksi waktu yang mereka keluarkan dalam proses pengumpulan kayu bakar, mereduksi penggunaan energi metabolisme, dan meningkatkan standar kesehatan. Untuk keperluan memasak misalnya, sumber energi tersebut bisa berasal dari biogas, ataupun photovoltaic untuk keperluan pengaliran air ke rumah penduduk. Diharapkan, waktu yang tadinya digunakan untuk memperoleh bahan bakar sekarang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan pemberdayaan lainnya yang bisa membantu meningkatkan perekonomian keluarga.

Sementara untuk daerah perkotaan, guna mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, dapat memanfaatkan solar heater guna memanaskan air, atau memanfaatkan photovoltaic untuk kebutuhan alat elektronik lainnya.

One Reply to “Issue Gender and Energi”

  1. Menarik sekali Bu Elsa pembahasannya, ternyata kalangan Ibu rumah tangga tidak hanya erat hubungannya dengan urusan keluarga namun juga mempunyai peranan yang besar dalam penggunaan energi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.