Akhir-akhir ini berlangsung suatu konferensi yang membahas tentang perubahan iklim, terutama yang jadi masalah utama ialah masalah produksi emisi karbon oleh negara-negara maju di dunia. Setelah Protokol Kyoto dan konferensi tingkat tinggi (KTT) Bali, KTT Kopenhagen juga mengingatkan kita betapa banyak efek yang ditimbulkan akibat perubahan iklim tersebut. Semenjak dimulainya era revolusi industri pada tahun 1796 di perancis keadaan iklim global berangsur-angsur semakin memburuk. Laju pelepasan gas-gas berbahaya di atmostfer terutama gas CO2 diperparah dengan laju pertumbuhan Ekonomi yang berkorelasi positif terhadap laju pertumbuhan industri. Hal ini menyebabkan suhu rata-rata dipermukaan bumi naik sebesar 1oC dalam beberapa tahun belakangan ini.

Meningkatnya tingkat emisi karbon di dunia menyebakan kadar CO2 diatmosfer tidak stabil. Oleh karena itu, negera-negara maju yang tergabung dalam Annex1 berkomitmen untuk mengurangi emisi CO2 sehingga tercetuslah protocol Kyoto pada tahun 1997.  Dengan adanya protocol Kyoto tersebut diharapkan mampu mengurangi efek dari Gas Rumah Kaca (GRK) di dunia. Selain itu protocol Kyoto diharapkan dapat meningkatkan kesadaran negara-negara di dunia terutama negara maju untuk mengurangi emisi karbon di dunia.

Clean Development Mechanism (CDM) adalah salah satu dari tiga mekanisme fleksibel dalam Protokol Kyoto yang dirancang untuk membantu negara industri/Annex1 untuk memenuhi komitmennya mengurangi efek GRK dan membantu negara berkembang dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. CDM adalah satu-satunya mekanisme fleksibel yang melibatkan negara berkembang. Berdasarkan Protokol Kyoto, negara berkembang tidak memiliki kewajiban membatasi emisi GRKnya, akan tetapi dapat secara sukarela berkontribusi dalam pengurangan emisi global dengan menjadi tempat pelaksanaan proyek CDM.

Indonesia meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim melalui UU No. 6 tahun 1994. Ratifikasi Protokol Kyoto disetujui oleh DPR tanggal 28 Juni 2004 dan melalui UU No. 17 tahun 2004 Indonesia meratifikasi Protokol Kyoto, dan disampaikan ke Sekretariat Konvensi Perubahan Iklim tanggal 3 Desember 2004 melalui Departemen Luar Negeri. Dengan meratifikasi Protokol Kyoto berarti membuka peluang bagi Indonesia untuk menarik lebih banyak investasi untuk sebagaian besar merupakan negara industri. Mengembangkan proyek CDM, yang akan bermanfaat dalam upaya menuju pembangunan berkelanjutan. Sebagai konsekuensinya, akan memerlukan persiapan di berbagai aspek mulai dari kebijakan dan regulasi, keuangan dan aspek teknis dalam implementasi CDM.

CDM adalah sebuah mekanisme dimana negara-negara yang tergabung di dalam Annex1, yang memiliki kewajiban untuk menurunkan emisi gas-gas rumah kaca sampai angka tertentu per tahun 2012 seperti yang telah diatur dalam Protokol Kyoto, membantu negara-negara non-Annex1 untuk melaksananakan proyek-proyek yang mampu menurunkan atau menyerap emisi setidaknya satu dari enam jenis gas rumah kaca. Negara-negara non-Annex1 yang dimaksud adalah yang menandatangani Protokol Kyoto namun tidak memiliki kewajiban untuk menurunkan emisinya. Satuan jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) yang bisa diturunkan dikonversikan menjadi sebuah kredit yang dikenal dengan istilah Certified Emissions Reduction (CERs) – satuan reduksi emisi yang telah disertifikasi. Negara-negara Annex1 dapat memanfaatkan CER ini untuk membantu mereka memenuhi target penurunan emisi seperti yang diatur di dalam protokol (UNFCCC).

Setelah Badan Eksekutif Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB) menerima permohonan untuk penerbitan CERs, Badan Eksekutif menerbitkan CERs yang dimohon dalam waktu 15 hari kecuali ada permintaan review dari pengembang proyek atau setidaknya 3 anggota Badan Eksekutif. Jumlah CERs, setelah dikurangi share of proceeds untuk adaptasi dan biaya administrasi ditempatkan pada account yang sesuai pada CDM registry di bawah pengawasan Badan Eksekutif. Proses untuk adaptation sebesar 2 % dari CERs yang diterbitkan (UNFCCC 2001b paragraf 15, 23), sedangkan persentase untuk biaya administrasi ditentukan $0,20 per CER, jika disetujui oleh Conference of the Parties (COP/MOP) pada sesi pertama awal bulan Desember 2005 (UNFCCC CDM EB 2005e, 1-2). Proyek A/R CDM dikecualikan dari share of proceeds untuk adaptasi (UNFCCC 2004,(d), 26). 18.

Berdasarkan laporan National Strategy Study (NSS) Total volume CDM di Indonesia diperkirakan sekitar 36 juta ton CO2 per tahun (KLH 2002). Kontribusi sektor kehutanan terhadap total volume jauh lebih tinggi dari sektor energi karena rendahnya harga carbon yang dihasilkan dari proyek CDM berbasis kehutanan (A/R CDM atau CDM aforestasi dan reforestasi). Secara keseluruhan Indonesia memiliki potensi yang signifikan untuk proyek CDM dalam ketersediaan lahan yang layak menurut Protokol Kyoto.

Di bidang energi, Sumber utama emisi CO2 di sektor energi adalah pembakaran bahan bakar minyak dalam proses produksi dan prosesing sumber energi primer terutama minyak dan gas, pembangkit tenaga, dan proses pembakaran di industri-industri lainnya. Umumnya sektor ini masih banyak menggunakan teknologi yang tidak menghasilkan emisi GRK lebih rendah.

Salah satu penyumbang CO2 dalam bidang industry non energi terbesar adalah industri semen. Industri semen menyumbang ±5% dari keseluruhan emisi CO2 di dunia. Oleh karena itu, terdapat banyak peluang untuk mereduksi emisi CO2 sehingga penambahan volume CDM oleh industri semen juga bisa lebih ditingkatkan. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa industri semen besar yang menerapkan proyek CDM sebagai usaha untuk mengurangi efek GRK.Pengurangan emisi GRK di sektor industri umumnya didasarkan pada prinsip-prinsip berikut :

  1. Mengurangi penggunaan bahan bakar berbasis carbon dengan bahan bakar non-carbon atau kandungan carbon rendah
  2. Meningkatkan efisiensi pembakaran
  3. Meminimalkan kebocoran methane dan dekarbonisasi

Referensi

  • Rainer Walz, “The Economic of Climate Change Policy,” Springer, German, 2009
  • Richard W Asplun,”Profitng from Clean Energy,” John wiley & Sons,USA, 2008
  • “Panduan Kegiatan MPB di Indonesia,” Kementrian Lingkungan Hidup Jepang,2005.

One Reply to “CDM Sebagai Alternatif Cara Pengurangan Emisi Karbon Di Dunia”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.