Energi terbarukan muncul sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah keenergian, tidak hanya di Indonesia melainkan seluruh negara di dunia. Selain berfungsi untuk menambah jumlah cadangan energi, penggunaan energi terbarukan juga dapat mengontrol emisi gas karbondioksida di atmosfer. Kemunculan energi terbarukan menjadi primadona energi disebabkan karena kelangkaan bahan bakar fosil dan akibat yang ditimbulkan dari penggunaannya. Dengan demikian, sebenarnya, penggunaan energi terbarukan merupakan kebutuhan dan hendaknya dipandang sebagai satu-satunya sumber energi masa depan.

Dalam banyak kajian dan penelitian, pemanfaatan energi terbarukan, kenyataannya bukanlah hanya sekedar mengkonversi energi terbarukan (air, angin, matahari, gelombang laut, tidal, panas bumi dan lain-lain) menjadi energi listrik dan bahan bakar minyak melainkan turut membenahi masalah-masalah energi ‘ikutannya’. Apakah masalah-masalah tersebut?

  1. Masalah energi yang paling tradisional adalah masalah peningkatan kebutuhan energi itu sendiri. Masalahnya, apakah kebutuhan tersebut wajar atau tidak? Disebut wajar apabila kebutuhan tersebut produktif dan sebaliknya. Pada awal kemunculan energi fosil, baik yang dikonversikan sebagai energi listrik maupun bahan bakar minyak, muncullah berbagai perangkat elektronik yang berfungsi untuk meningkatkan kenyamanan manusia. Pada kondisi tersebut, ketersediaan energi fosil maupun dan kebutuhan masih seimbang. Permasalahan muncul pada level berikutnya. Karena kebutuhan manusia akan kenyamanan yang tidak selalu tidak dapat terpuaskan, kebutuhan akan ‘dukungan’ perangkat elektronik semakin tinggi. Selanjutnya, terdapat suatu kondisi yang tidak seimbang antara persediaan energi fosil dan alam. Alam (atmosfer) tidak lagi dapat men-generalisasi karbondioksida sebagai konsekuensi pembakaran dalam proses konversi energi. Hal tersebut membawa efek sederhana yang berdampak luar biasa, yaitu peningkatan temperatur harian. Dengan munculnya hal tersebut, maka kenyamanan manusia menurun dan manusia membutuhkan dukungan perangkat elektronik lebih banyak. Pada level tersebut, muncul budaya ‘lebih banyak perangkat elektronik maka kenyamanan yang diperoleh lebih tinggi. Kondisi tersebut membuat masyarakat beramai-ramai menggunakan perangkat elektronik lebih banyak. Kondisi yang terjadi selanjutnya adalah semakin tinggi kebutuhan tingkat kenyamanan manusia maka semakin tinggi permintaan perangkat elektronik sehingga temperatur harian semakin tinggi. Berdasarkan siklus kebutuhan tersebut maka inti dari peningkatan kebutuhan energi adalah ‘gaya hidup’. Nah, apakah kita akan melanjutkan gaya hidup seperti ini?
  1. Salah satu karakter sumber-sumber energi terbarukan adalah menyebar. Misalnya, energi biomassa. Pemanfaatan energi yang bersumber dari sampah organik tersebut akan menjadi efektif apabila dilakukan dalam jumlah yang cukup besar. Dengan demikian, diperlukan kegiatan pengumpulan sampah antar anggota masyarakat. Kerja sama dan kepedulian merupakan hal penting dan utama dalam usaha ini.
  1. Tekad untuk berkorban di awal. Sebenarnya, ilmu ini adalah ilmu yang telah banyak dipahami manusia tetapi sering dikhususkan pada hal-hal tertentu. Sayangnya, tidak termasuk untuk membahas masalah energi. Ilmunya adalah ‘ketika kita ingin meraih kesuksesan maka diperlukan pengorbanan di awal’. Sederhana sekali bukan? Apakah yang dimaksud pengorbanan tersebut? Pada awal implementasi energi terbarukan, kondisi umum yang terjadi di banyak negara termasuk Indonesia adalah biaya produksi energi yang harus dibebankan kepada konsumen. Di Indonesia, biaya konsumsi energi listrik subsidi yang harus dibayar oleh konsumen adalah sekitar Rp 500,00/kWh sedangkan energi terbarukan berkisar Rp 2.500,00/kWh. Sebuah pengorbanan yang tidak mudah, tapi bagaimanakah Anda membayangkan masa depan tanpa energi?
  1. Penelitian energi terbarukan, menyiapkan masa depan atau ‘romantisme’? Hingga saat ini, pemanfaatan energi terbarukan masih memerlukan banyak penelitian di berbagai bidang. Pemanfaatan energi terbarukan seharusnya dilakukan berbasis lokal sehingga penelitian pun hendaknya dilakukan berbasis lokal. Artinya, ‘kita tidak mungkin memakai baju ukuran orang lain untuk kita pakai di badan kita.’ Akan tetapi, hingga saat ini, pola penelitian kita masih banyak mengadopsi penelitian luar negeri. Sebagai contoh, saat ini, produk turbin angin yang sering digunakan adalah produksi luar negeri. Permasalahannya, mereka mendesain turbin angin dengan kecepatan angin di negara-negara pada umumya yang relatif tinggi. Sedangkan Indonesia, mempunyai profil kecepatan angin yang lebih rendah. Pemanfaatan energi angin dengan berbasis perangkat-perangkat tersebut justeru hanya menjadikan proyek pembangkit listrik tenaga angin menjadi ‘proyek romantis’.

Meskipun energi terbarukan memberikan janji masa depan yang lebih baik tetapi energi fosil memberikan pembelajaran yang baik untuk masa depan. Gaya hidup yang tidak produktif, egoisme, tekad mau berkorban untuk hidup lebih baik dan mawas diri merupakan kehidupan yang membawa penderitaan. Sudah seharusnya, hal-hal tersebut kita tanggalkan. Tidak hanya demi untuk mewujudkan kepribadian yang lebih baik tetapi masa depan yang lebih baik 🙂

 

Dhanis Woro Fittrin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.