Pada 12 November 2006, pukul 09.30, 50-an mobil dari berbagai model dan merek beriringan rapi ke luar dari Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, di Jakarta. Mobil-mobil itu bergabung dalam acara sosialisasi penggunaan 5 persen biobahan bakar (biofuel) untuk mobil pribadi, yang diberi nama BioFuel Road Show Jakarta-Bandung.
Mulai dari Toyota Yaris, Toyota Avanza, Toyota Kijang Kapsul, Toyota Camry, Toyota Innova, Toyota Land Cruiser, Isuzu Panther, Honda Civic hatchback, Honda Jazz, Chevrolet Blazer, sampai Renault Megane II Sport.
Mobil-mobil yang diisi dengan 5 persen biobahan bakar itu akan melakukan perjalanan uji coba dari Jakarta ke Bandung pergi pulang melalui Jalan Tol Cipularang. Agar iring-iringan tidak terlalu panjang, maka dalam perjalanan ke Bandung mobil- mobil tersebut dibagi dalam tiga bagian.
Acara sosialisasi penggunaan 5 persen biobahan bakar untuk mobil-mobil pribadi itu diselenggarakan oleh Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta PT Toyota-Astra Motor (PT TAM) sebagai sponsor utama.
Kegiatan tersebut diselenggarakan untuk mempercepat sosialisasi informasi tentang energi terbarukan (renewable energy) kepada masyarakat, dan sekaligus juga menurunkan polusi yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor.
Presiden Direktur PT TAM Johnny Darmawan mengatakan, pihaknya akan terus aktif mendorong peningkatan pemakaian biofuel bagi kendaraan bermotor. “Sejak tahun 1990, PT TAM sudah terlibat aktif dalam berbagai pengkajian dan pengembangan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan, lewat kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi dan lembaga riset teknologi, seperti ITB, Institut Teknologi Surabaya, BPPT, Lemigas, Balai Termodinamika, Motor Bakar & Propulsi, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup.”
Penggunaan 5 persen biobahan bakar akan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yang cadangannya sudah semakin minim, dan juga akan menurunkan kadar polusi emisi (gas sisa pembakaran) kendaraan bermotor.
Biobahan bakar itu mencakup biosolar (biodiesel) yang merupakan campuran minyak nabati (minyak sawit) dengan solar dan biopremium (bioetanol), yakni campuran premium dengan etanol.
Campuran 5 persen minyak nabati dengan 95 persen solar (B5) untuk mesin diesel dan campuran 5 persen etanol dengan 95 persen premium (E5) untuk mesin bensin dapat langsung digunakan tanpa harus melakukan perubahan pada komponen tertentu, dan tidak memerlukan konverter.
Dalam perjalanan dari Jakarta ke Bandung terlihat jelas bahwa performa mobil-mobil yang menggunakan bahan bakar B5 dan E5 tidak berbeda dengan yang menggunakan solar dan premium. Perjalanan di Jalan Tol Cikampek dan Tol Cipularang dengan kecepatan 80-100 kilometer per jam berlangsung mulus sampai ke Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) di Jalan Ganesha, Bandung.
Bahkan, Toyota Camry 3.5 Q, yang dikemudikan sendiri oleh Direktur Marketing PT Toyota-Astra Motor Joko Trisanyoto, pun tidak mengalami hambatan dalam menyelesaikan perjalanan sampai di pelataran parkir Kampus ITB.
Di Kampus ITB, para peserta BioFuel Road Show Jakarta- Bandung juga meninjau laboratorium, mengikuti test drive mobil hibrida Toyota Prius, dan mengadakan jumpa pers tentang biobahan bakar. Dalam kesempatan itu juga ditandatangani memorandum of understanding (MOU) METI dan ITB.
Memang, dari pengalaman di negara-negara lain diketahui bahwa biobahan bakar dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Jika di negara lain bisa, tentunya di Indonesia juga bisa. Namun, yang masih menjadi kekhawatiran umum adalah tentang ketersediaan biobahan bakar, mengingat jumlah biobahan bakar yang harus disediakan tidak sedikit.
Minyak nabati dihasilkan antara lain dari minyak sawit (CPO), kelapa, jarak pagar, dan sekitar 40 tumbuhan lainnya. Sementara etanol dihasilkan dari tebu, nira sorgum, jagung, ubi jalar, singkong, dan masih banyak lagi.
Dengan menggunakan bahan bakar B5, dalam waktu satu tahun diperlukan persediaan minyak nabati 1,5 juta kiloliter. Sementara dengan menggunakan bahan bakar E5, dalam satu tahun diperlukan persediaan 900.000 kiloliter etanol. Kalaupun persediaan sebesar itu bisa dipenuhi, maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana tentang standar kualitasnya?
Perlu konverter
Uji coba dengan bahan bakar B50 dan B100 serta E85 pada kendaraan memperlihatkan bahwa diperlukan konverter untuk membuat bahan bakar mengalir lancar melalui injektor ke ruang bakar. Penelitian di berbagai bagian dunia menganjurkan untuk tidak menggunakan bahan bakar B20 ke atas tanpa konverter.
Bahan bakar B100 lebih kental daripada solar, dan juga lebih cepat membeku. Bila mesin diesel yang didesain untuk menggunakan solar diisi dengan bahan bakar B100 yang kental, suplai bahan bakar akan melambat jika tidak dipanaskan dan ditingkatkan tekanannya. Akibatnya, bahan bakar tidak terbakar secara sempurna serta sebagian tetap berbentuk cairan dan tinggal di dalam mesin. Dengan demikian, hal itu dapat merusak material mesin yang tidak cocok dengan sifat kimia bahan bakar tersebut.
Sementara penggunaan bahan bakar E85 hanya disarankan untuk mesin yang didesain khusus untuk bahan bakar tersebut. Kandungan etanol (alkohol) yang tinggi dapat membuat material lunak cepat aus. Alkohol menyerap air sehingga memicu korosi dalam tangki bahan bakar. Selain itu, nilai pelumasannya juga rendah sehingga komponen cepat aus.
Diambil dari : Kompas, Jakarta:17 November 2006
Wah bagus yng penting jualnya jgn mahal2..Murah,rendah emisi carbon n buat bumi panjang umur..