Oleh : Elsa Melfiana

Booming jarak pagar sebagai pengganti minyak solar disekitar tahun 2005 hanya bertahan beberapa tahun sebelum akhirnya memudar. Banyak hal yang membuat masyarakat kecewa, mulai dari tidak jelasnya pangsa pasar hingga ketidaksiapan teknologi.

Perhatian yang diberikan pemerintah terhadap BBN terutama jarak pagar, awalnya memberikan angin segar bagi petani sehingga banyak yang akhirnya mengalihkan lahannya menjadi perkebunan jarak pagar. Namun disayangkan, setelah jarak pagar di panen, tidak ada pihak yang bersedia menjadi pembeli. Di beberapa daerah, masyarakat diajari untuk mengolah sendiri jarak pagar menjadi CJO untuk digunakan sebagai bahan bakar pada kompor tekan.   Namun selain membutuhkan tenaga untuk menyalakan di awalnya, kompor tekan juga hanya dapat digunakan dalam beberapa kali pemakaian karena kandungan kimia dalam CJO menyebapkan timbulnya arang tebal di sumbu kompor.

Tidak mungkin memaksa masyarakat untuk berpindah dari kondisi yang nyaman ke kondisi yang menyulitkan”, begitu Pak Tatang berpendapat tentang penggunaan CJO sebagai bahan bakar. Selama ini masyarakat di daerah sudah nyaman dengan menggunakan kayu bakar ataupun minyak tanah. Ketika mereka di suruh untuk beralih ke kompor CJO yang ternyata hanya bisa di gunakan beberapa kali pakai, tentu masyarakat akan kecewa.

Bersama dengan timnya, Dr. Tatang Herna Soerawidjaja (Dosen Teknik Kimia ITB dan sekaligus Ketua Forum Biodiesel Indonesia) berusaha untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Dimulai semenjak tahun 2003, Pak Ibrahim yang merupakan salah seorang anggota tim Pak Tatang mengembangkan perkebunan jarak pagar di Lombok. Pangsa pasar saat itu adalah universitas dan beberapa lembaga penelitian. Awalnya Pak Ibrahim sempat mendapatkan pandangan “aneh” dari lingkungannya. Hal tersebut tidaklah salah, mengingat selama ini masyarakat hanya mengetahui jarak pagar sebagai tanaman liar yang kadang dimanfaatkan untuk obat ataupun tanaman pagar. Lambat laun permintaan pasar semakin meningkat dan bahkan banyak pesanan yang tidak bisa dipenuhi oleh Pak Ibrahim. Melihat peluang tersebut, 3 tahun kemudian masyarakat sekitar mulai terpengaruh untuk ikut mengembangkan budidaya jarak pagar, sampai akhirnya di awal tahun 2008 Pak Ibrahim bersama petani yang membudidayakan jarak pagar, berhasil mendirikan Koperasi SETIA.

Pola kerjasama antara koperasi dengan masyarakat adalah pola inti-plasma. Masyarakat mengembangkan perkebunan secara berkelompok, dimana setiap kelompok rata-rata terdiri atas 10-20 KK dengan luas lahan sekitar 5-15 ha/kelompok. Sampai saat ini terdapat sekitar 25 kelompok petani jarak pagar yang tersebar di seluruh Pulau Sumbawa, mulai dari Sumbawa Barat sampai Kabupaten Bima (sekarang pengembangan bahkan sedang dilakukan sampai ke Kabupaten Dompu). Selain lahan yang dimiliki masyarakat, juga ada lahan yang dimiliki koperasi. Luas lahan total sampai saat ini sekitar 1.200 ha dengan komposisi 700 ha adalah lahan yang siap panen dan 500 ha lahan yang baru diolah.

Jenis lahan yang digunakan awalnya adalah lahan kritis yang selama ini tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian. Namun melihat keuntungan yang diperoleh, banyak juga masyarakat yang akhirnya menanan di lahan subur yang selama ini dimanfaatkan untuk pertanian tanaman pangan. Untuk lahan kritis, pola tanamnya adalah monokultur sementara pada lahan subur, pola tanam dilakukan secara tumpang sari. Di Dompu dan Bima misalnya, tumpang sari dilakukan dengan bawang dan jambu mete. Di Sumba Barat, tumpang sari dilakukan dengan padi, dimana jarak pagar ditanam di pematang sawah. Sistem tumpang sari tidak mempengaruhi produksi tanaman pangan, artinya tidak ada perubahan jumlah tanaman pangan yang ditanam antara sebelum tumpang sari dengan setelah tumpang sari. Dengan sistem ini, masyarakat tidak akan rugi ketika nanti ada kegagalan dengan jarak pagar.

Jarak pagar yang ditanam masyarakat sampai saat ini adalah jarak pagar yang selama ini tumbuh liar di pekarangan, dan belum menggunakan bibit unggul IP-1 yang dikembangkan oleh Puslitbang Pertanian. Hal ini dilakukan Pak Ibrahim, untuk sosialisasi. Perlahan-lahan masyarakat di yakinkan dahulu tentang hasil yang dapat mereka peroleh dari budidaya jarak pagar, setelah itu baru masyarakat diperkenalkan dengan bibit unggul untuk meningkatkan produksi.

Untuk penanamannya sendiri, ada yang langsung ditanam dari biji dan ada yang dari stek. Kalau dari biji, panen bisa dilakukan setelah satu tahun. Kalau dari stek, panen dapat dilakukan setelah 6-8 bulan. Diperkirakan setiap tahunnya dapat diproduksi 2-4 ton jarak pagar/ha.

Hasil panen di kumpulkan di tempat yang telah di sepakati oleh anggota kelompok (biasanya di rumah ketua kelompok), kemudian baru dijual ke koperasi. Koperasi tidak cuma membeli panen dari anggota, namun juga dari petani lain yang belum bergabung dengan koperasi.

Selain koperasi, juga ada pembeli lain dari luar negeri. Meskipun perusahaan luar ini membeli dengan harga lebih dua kali lipat harga beli koperasi, namun masyarakat terutama anggota koperasi tetap setia menjual ke koperasi. Hal ini disebapkan karena koperasi selalu membeli berapapun produksi masyarakat. Selain itu, pendekatan sosiokultural yang dilakukan pihak koperasi juga menjadi salah satu kunci kesetiaan anggota untuk selalu menjual panennya ke koperasi.

Biji ini selanjutnya di press untuk menghasilkan CJO dengan menggunakan mesin press yang ada di koperasi. Seluruh hasil CJO kemudian dijual ke PT. Industri Tanaman Energy untuk diolah menjadi biodiesel. Sementara untuk pangsa pasar biodiesel, PT. ITE telah menandatangani perjanjian dengan Indosat dimana Indosat akan membeli biodiesel dari PT. ITE dengan harga Rp 9.800/liter. Selain itu, Indosat juga memberikan bantuan mesin press sebanyak 25 buah yang dibagikan ke setiap kelompok petani. Dengan adanya mesin press di tiap kelompok, diharapkan petani dapat meningkatkan nilai ekonomis dari biji menjadi CJO. Kegiatan ini merupakan bagian dari program CSR Indosat.

Bantuan mesin pres bantuan dari Indosat

Untuk memaksimalkan penggunaan potensi jarak pagar dan pemenuhan kebutuhan energi masyarakat, konsep pengembangan desa berbasis jarak pagar yang dikembangkan oleh Pak Tatang bersama timnya adalah seperti bagan di bawah.

Dari diagram tersebut, kita bisa melihat bahwa seluruh CJO digunakan untuk produksi biodiesel. Sementara yang diolah sebagai bahan bakar untuk masyarakat adalah bungkilnya dengan proses biogas. Selain bermanfaat untuk bahan bakar, limbah sisa biogas ini juga bermanfaat untuk menyuburkan tanah.

Reactor biogas dari bungkil jarak pagar

Kesadaran terhadap kandungan unsur hara tanah yang terdapat pada bungkil, juga menjadi salah satu faktor yang membuat petani tidak mau menjual hasil panennya ke pihak asing. Bila di jual ke pihak asing, biji jarak pagar langsung di bawa ke luar negeri tanpa di olah terlebih dahulu. Ini tentu akan mengakibatkan unsur hara tanah yang terkandung pada bungkil jarak pagar ikut terbawa keluar negeri sehingga tanah akan semakin merana.

Pola pengembangan jarak pagar seperti halnya di Lombok ini semoga bisa menjadi pilot project untuk pengembangan serupa di daerah lainnya.

Terima kasih untuk kerjasama dan informasi dari :

  1. Dr. Tatang Herna Soerawidjaja
  2. Dr. Imam KS
  3. Ibrahim. ST

2 Replies to “Jarak Pagar dari Lombok”

  1. Pada tahun 2012 ini Kami CV. Mukit Mulia Rahardja mengajak bekerjasama PT. Legni Tropical dari Italy, untuk berbisnis dibidang agro dengan berencana membeli bijih jarak pagar.

    Survey telah kami lakukan sejak 6 bulan lalu, dan pada bulan maret tahun ini kami sudah harus membuat kesepakatan2 dengan beberapa Petani, Koperasi, KUD, Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dan Dinas terkait. Investasi yang ditanam 10 juta EURO.
    Mohon do’a restu dan dukungan mudah-mudahan semboyan kami “Bersama Kami Petani Happy” dapat segera terbukti.
    Untuk informasi silahkan hubungi kami via Telpon, SMS & Email:
    Anton Rahardjo
    0813 1111 0259
    0819 1111 0259
    0857 1111 0259
    Email:antonrahardjo@ymail.com
    Terimakasih

  2. harapan yg tertunda kira kira 2 th yg lalu kami berangkat survey ke daerah kami di ende tptnya di kecamatan lio timur ,dg mksd ingin melakukan penanaman pohon jarak ,kami merasa bersyukur krn sosialisasi trhdp masy ,ketua adat ,pejabat daerah tdk ada satupupun yg tdk mendukung kami ,bahkan pok tanipun sdh kami buat ,kami merasa bersyukur dg harapan program yg tlh kami rencanakan akan terwujud ,namun apa yg terjadi setelah kami kembali bersama team semua mjd sirna ,krn apa yg telah kami rencanakan mjd tertunda ,sjk saat itu kami selalu berdoa memohon kpd Tuhan agar pd suatu saat nanti kami dpt mewujudkan harapan kami dan harapan saudara saudara kami di kampung halaman ,kami telah memohon maaf kpd masyarakat dan saudara saudara kami atas tertundanya atas niat kami yg tulus utk membuat mereka hidup lbh baik sejahtera ,suatu saat kami akan kembali atas kehendakNYA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.