Oleh : Dhea Salsabila dan Iskandar Ali Mubarok
Pada awal tahun 2020, Indonesia akan menerapkan B30 sebagai bahan bakar mesin diesel. Apakah bahan bakar B30 itu?
B30 merupakan bahan bakar campuran biodiesel (B100) yang merupakan bahan bakar nabati (BBN) atau fatty acid methyl ester (FAME) sebanyak 30 % dengan bahan bakar minyak berjenis solar sebanyak 70%. Biodiesel yang berunsur nabati ini dapat dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan. Beberapa tumbuhan yang tumbuh di Indonesia seperti kelapa sawit, kelapa, kemiri, jarak pagar, dan kacang tanah dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk membuat biodiesel. Saat ini, bahan nabati yang banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel adalah kelapa sawit.
Vs B20. Sebelum adanya perkembangan biodiesel B30, Indonesia telah menerapkan bahan bakar B20 sejak Januari 2016. B20 mengandung campuran 20 % Biodiesel berunsur nabati dan 80% bahan bakar solar. Berdasarkan uji jalan yang diresmikan Menteri ESDM sebelumnya yaitu bapak Ignasius Jonan pada 13 Juni 2019, didapatkan hasil bahwa penggunaan bahan bakar B30 tidak memiliki perbedaan kinerja yang signifikan dengan penggunaan bahan bakar B20. Persentase perubahan daya/power, konsumsi bahan bakar, pelumas, dan emisi gas buang relatif sama antara bahan bakar B20 dan B30 terhadap jarak tempuh kendaraan bermesin diesel. Sebelumnya pada 2006 silam, pemerintah juga telah memperkenalkan bahan bakar campuran biodiesel dan solar murni dengan kadar biodiesel sebesar 5% (B-5) dengan merek Pertamina Biosolar.
Baca juga : Biodiesel? Pertamina Siap!
Bahan Bakar Alternatif. B30 dapat dikatakan sebagai bahan bakar alternatif, karena bahan bakar ini terdiri dari campuran biodiesel yang menggunakan bahan baku non fosil. Penggunaan biodiesel ini juga dapat mengurangi tingkat emisi Total Hydrocarbon (THC) di Indonesia, hal ini disebabkan proses pembakaran pada mesin akan berlangsung lebih sempurna dikarenakan bahan bakar campuran biodiesel memiliki angka cetane dan kandungan oksigen yang lebih tinggi sehingga mendorong terjadinya pembakaran yang lebih sempurna. “Salah satu manfaatnya adalah menekan polusi yang berbahaya bagi kesehatan penduduk,” kata Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agus Haryono yang dikutip dari laman health.detik.com.
Kendala. Sebelumnya, penerapan penggunaan B20 disebut-sebut menemui sejumlah kendala, salah satunya adalah munculnya keluhan dari konsumen terhadap kinerja mesin dan kendaraan bermotor. Sejumlah kalangan mengkhawatirkan penggunaan campuran minyak nabati pada Solar dapat memunculkan kerak yang akan berimbas pada kinerja mesin yang tidak maksimal dan dapat menyebabkan mesin mogok. Saat dilakukan uji coba penggunaan B30 pada kendaraan diesel, hasil tes kinerja mesin dalam waktu yang cukup lama menunjukkan bahwa campuran biodiesel dan solar menimbulkan endapan karbon yang lebih tinggi di dalam ruang bakar jika dibandingkan dengan solar murni. Oleh karena itu sangat disarankan untuk sering membersihkan saringan bahan bakar, pompa, dan ruang bakar kendaraan pada saat perawatan berkala. Berdasarkan hasil uji jalan B30 juga diperoleh hasil bahwa kendaraan baru atau yang sebelumnya tidak menggunakan biodiesel cenderung mengalami penggantian filter/saringan bahan bakar yang lebih cepat. Hal ini dikarenakan terjadinya efek blocking yang terjadi pada filter bahan bakar.
Hemat Anggaran. Penggunaan B30 selain dapat mengurangi tingkat emisi karbon juga dapat menghemat penggunaan solar dan mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM. Dengan mengurangi ketergantungan terhadap impor, Indonesia dapat melakukan penghematan devisa negara dari berkurangnya impor solar yang digunakan. Kepala Badan Litbang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menjelaskan volume impor solar tahun depan bisa hemat 8-9 juta kilo liter (kl). Dengan asumsi harga solar per liter Rp 8.900, maka nilainya sebesar Rp 70 triliun atau setara dengan US$ 6 miliar. Berdasarkan data dari Kepala Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit Dono Boestami, jika menilik dari implementasi kebijakan mandatori biodiesel saja, sejak 2015 sampai pada 2018, negara sudah mampu menghemat devisa sebesar US$ 3,37 miliar atau setara Rp 50,4 triliun, dengan total biodiesel yang disalurkan sebesar 9,92 juta kiloliter (kl).
Melihat perkembangannya, pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar sudah kian meningkat. Mulai dari diperkenalkannya B5 pada tahun 2006, disusul dengan implementasi B20 di tahun 2016, dan akan terealisasinya B30 pada awal tahun 2020. Mampukah kita menoreh pencapaian penggunaan 100% biodiesel atau B100? Ini menjadi pekerjaan kita semua untuk mengembangkan teknologi agar tercapai B100 tersebut. Karena perlu diketahui bahan bakar B100 memiliki kekentalan yang lebih besar daripada solar, dan juga memiliki karakteristik yang lebih cepat membeku. Bila mesin diesel yang didesain untuk menggunakan solar diisi dengan bahan bakar B100 yang lebih kental, suplai bahan bakar akan melambat jika tidak dipanaskan dan ditingkatkan tekanannya. Akibatnya, bahan bakar tidak terbakar secara sempurna serta sebagian tetap berbentuk cairan dan tinggal di dalam mesin. Dengan demikian, hal itu dapat merusak material mesin yang tidak cocok dengan sifat kimia bahan bakar tersebut.
Baca juga : Uji Coba Biobahan Bakar sebagai Alternatif
Diambil dari :
http://ebtke.esdm.go.id/post/2019/02/25/2144/yuk.kenali.istilah.b20.b100.biofuel.dalam.bioenergi
http://bumn.go.id/pertamina/berita/1-Biodiesel-30-Berlaku-2020-Berapa-Devisa-yang-Dihemat-